Aku selalu memimpikan akan selamanya bersama ibu. Walaupun mungkin pada kenyataannya waktuku lebih banyak kuhabiskan untuk bekerja, berkumpul bersama teman-temanku, untuk menyendiri di kamar bersama tumpukan bukuku. Aku sudah membuat ibu kesepian. Aku seringkali membuatnya menghabiskan sisa waktunya sendirian. Aku suka bercerita pada ibu, menceritakan semua kisahku di sela-sela kebersamaanku dengan ibu. Menumpahkan kekesalanku, menceritakan berbunga-bunganya hatiku, mengisahkan semua mimpiku, kemudian kami bermimpi dan berandai-andai bersama. Dan sekarang aku sangat merindukan waktu itu. Tapi sayangnya semua itu sudah tidak mungkin terjadi. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Dan aku sangat menyesal tidak mengahabiskan waktuku lebih banyak bersama ibuku. Aku terlalu yakin Tuhan mendengar doaku agar ibu selalu bersamaku. Dan ternyata, Tuhan memanggil ibu lebih cepat dari keinginanku. Lalu aku bisa apa untuk menghilangkan penyesalanku? Memohon sampai menangis darahpun tidak akan mengembalikan ibuku. Aku selalu berandai2 ibu akan terus menjagaku, selalu disampingku dalam segala suasana. Aku bermimpi ibu akan membantu mengurus pernikahanku, kemudian berfoto bersama, kemudian menemaniku saat aku mengandung, yang mengajariku berbagai hal agar kandunganku baik-baik saja, yang akan disampingku ketika aku melahirkan nanti, yang akan membantuku merawat anak-anakku, yang akan menenangkanku saat aku dalam emosi yang tidak terkendali, yang bersedia menangis bersamaku ketika hatiku terluka. Aku selalu berdoa agar Tuhan memberikan umur yang panjang untuk ibuku. Tapi pada akhirnya Tuhan memanggilnya secepatnya ini. Aku bisa apa tanpa ibu? Sampai sekarang aku memastikan semuanya terlihat baik-baik saja. Tapi kenapa aku merasa aku tidak akan pernah baik-baik saja? Dimana letak kesalahan itu? Lalu aku harus yang bagaimana?
Rasanya menyesakkan sekali melihat anak-anak lain masih bersma orang tua yang lengkap. Sedangkan aku? Aku sudah menjadi menjadi yatim piatu. Dosakah aku jika aku membandingkan hidupku? Apakah rasa syukurku sudah berkurang? Banyak anak-anak lain yang mungkin lebih durhaka pada orang tuanya, tapi Tuhan masih mengijinkan mereka untuk tetap bersama orang tua mereka, apakah aku lebih durhaka daripada mereka sehingga Tuhan pun tidak mengijinkan aku lebih lama bersama mereka? Apa aku selalu menyakiti mereka hingga akhirnya Tuhan memutuskan untuk membahagiakan orang tuaku daripada mereka harus bersamaku?
Aku bersyukur masih ada Bapak yang mau merawatku, mandhung yang mau menjagaku, lalu bisa apa aku jika Tuhan mengambil mereka dari sisiku. Lalu aku bisa apa? Lalu aku akan menjadi manusia hancur seperti yang bagaimana lagi? Aku terus merapalkan doa agar Tuhan tetap mengijinkan mereka disisiku, bersmaku, tapi bagaimana jika rapalan doaku tidak bisa juga membuat Tuhan memberikan waktu yang lebih lama dari keinginanku.
Mungkin aku terlalu berburuk sangka pada Tuhanku. Semoga Dia selalu memberikan pengampunan-Nya padaku, selalu memberi pengertian-Nya padaku bahwa rencana-Nya senantiasa indah dan baik untukku. Semoga Tuhan selalu menenangkan hatiku bahwa semua kesakitan, kehilangan, dan kesedihanku adalah cara-Nya untuk membuatku lebih kuat. Dan benar-benar kuat. Karena tanpa bantuan-Nya aku bisa apa, semoga Dia mengokohkan hatiku untuk tidak mudah rapuh, karena sekarang aku merasa aku bukanlah wanita yang tegar dan kuat, aku hanya wanita rapuh dan pesakitan yang berkedok wanita ceria dan baik-baik saja.
Banyak yang pergi, aku berharap banyak juga yang datang. Aku kehilangan bapak, dan Tuhan , mengirimkan bapak yang bgitu baik padaku. Aku kehilangan ibuku, dan suatu saat aku berharap, aku mempunyai ibu yang baik seperti ibuku. Walaupun ibu mertua, tapi aku berharap beliau bisa menjadi layaknya ibu, hingga kata mertua tidak akan tersebut disana, hanya ibu, ya ibu, yang mau mengasihiku seperti beliau mengasihi putrinya sendiri, yang mau menganggapku menjadi bagian darinya, bukan hanya sebagai menantu, yang mau menggengam tanganku ketika aku terpuruk, yang mau memelukku dan mengatakan semua pasti akan baik-baik saja seperti yang selalu ibuku lakukan. Aku berdoa, bahkan sangat memohon pada Tuhan agar aku mempunyai ibu yang seperti itu. Ibu yang perhatian padaku, yang tidak membandingkan aku dengan putrinya yang lain karena sudah jelas kami berbeda dan tidak akan pernah sama, yang mau menerimaku apa adanya dan dengan tangan terbuka. Ibu yang mau melewatkan waktunya bersamaku tanpa ada batas antara kita sebagai orang lain, karena akupun tahu diri akan posisiku yang sebagai anaknya dan akan selalu menghormatinya. Dan semoga Tuhan berkenan dengan doaku. Aamiin..